KONTRAS7.CO.ID - Jakarta - Mahasiswa melakukan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 ke Mahkamah Konstitusi (MK) lantaran banyak pengurus partai politik yang menjadi menteri dalam Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran.
Dikutip dari situs resmi MK, Selasa (29/4/2025),
Para pemohon menjelaskan praktik rangkap jabatan menteri sebagai pengurus parpol tidak hanya menyebabkan terdegradasinya check and balances antara lembaga eksekutif dan legislatif, tetapi juga menyebabkan maraknya praktik pragmatisme parpol.
"Hal tersebut melanggar salah satu peran parpol sebagai salah satu pihak yang wajib menghormati konstitusi dan demokrasi di Indonesia," tulis permohonan dengan nomor perkara 35/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan dalam sidang MK, Senin (28/4/2025).
Mereka menjelaskan bahwa praktik rangkap jabatan pengurus partai politik menjadi menteri telah terjadi sejak era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, dilanjutkan oleh Presiden Joko Widodo dan kini semakin banyak di pemerintahan Prabowo.
Ada beberapa nama ketua umum partai yang disebut dalam permohonan itu, seperti Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan sebagai Menko Pangan, Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono sebagai Menko Infrastruktur dan Pembangunan, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sebagai Menko Pemasyarakatan, dan Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia sebagai Menteri Investasi.
Nama pengurus partai lain seperti Agus Jabo dari Partai Prima dan Nusron Wahid dari Golkar juga ditulis dalam gugatan mereka.
Dalam petitumnya, para pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan Pasal 23 huruf c Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai mencakup pula pengurus (fungsionaris) partai politik.
Hakim Mahkamah Konstitusi Arsul Sani mengatakan, para pemohon dapat memperkuat kembali alasan-alasan permohonan dengan memperkuat uraian argumentasi antara pertentangan norma yang diuji dengan konstitusi dan kerugian konstitusional serta memperjelas uraian kedudukan atau legal standing para pemohon.
“Kenapa kok anggota DPR tidak bisa melakukan fungsi check and balances gara-gara ada menteri yang rangkap jabatan?” ujar Arsul.
Empat mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Stanley Vira Winata, Kaka Effelyn Melati Sukma, Keanu Leandro Pandya Rasyah, dan Vito Jordan Ompusunggu, itu spesifik menguji Pasal 23 huruf c undang-undang tersebut.
You are reading the newest post
Next Post »